YARO STARAK BLUE PRINT

Yahoo bot last visit powered by  Bots Visit
Google bot last visit powered by Bots Visit
powered by PRBbutton
Personal Blogs - BlogCatalog Blog Directory
Blog Directory & Search engine
Rabu, 12 Mei 2010

BUDIDAYA GAHARU SISTEM BIO INDUKSI,

HASIL KERJA KERAS PENELITI BALITBANG KEHUTANAN DEPHUT

image GAHARU merupakan gumpalan berbentuk padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam, berbau harum jika dibakar.  GAHARU terdapat pada bagian kayu atau akar dari jenis pohon penghasil GAHARU yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur.  Beberapa jenis pohon penghasil GAHARU antara lain adalah Aquilaria spp., Aetoxylon sympetallum, Gyrinops, dan Gonystylus. Pemanfaatan GAHARU di Indonesia oleh Masyarakat Pedalaman Sumatera dan Kalimantan, telah berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu.  Secara tradisional GAHARU dimanfaatkan antara lain dalam bentuk dupa untuk upacara ritual dan keagamaan, pengharum tubuh dan ruangan, bahan kosmetik dan obat-obatan sederhana.  Saat ini pemanfaatan GAHARU telah berkembang sangat luas antara lain untuk parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, bahan obat-obatan yang memiliki khasiat sebagai anti asmatik, anti mikrobia, dan stimulan kerja syaraf dan pencernaan. Akibat dari pola pemanenan yang berlebihan dan perdagangan GAHARU yang masih mengandalkan pada alam, maka jenis-jenis tertentu (seperti Aquilaria dan Gyrinops) saat ini sudah tergolong langka, dan masuk dalam lampiran Convention on International Trade on Endangered Species of Flora and Fauna (Appendix II CITES). Guna menghindari pohon penghasil GAHARU tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu upaya konservasi, baik in-situ (di dalam habitat) maupun ek-situ (di luar habitat) dan budidaya, serta rekayasa untuk mempercepat produksi GAHARU dengan teknologi induksi (inokulasi).  Oleh karena itu, pengembangan budidaya GAHARU ke depan, selain untuk konservasi, juga sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, pemerintah daerah, dan devisa bagi negara.  BUDIDAYA GAHARU Teknik Budidaya Pada saat ini, teknik budidaya tanaman penghasil gaharu telah dikuasai dengan baik, dari mulai kegiatan perbenihan, persemaian, penanaman dan pemeliharaannya.  Adapun beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan budidaya pohon penghasil gaharu antara lain adalah : Persyaratan Tumbuh. Tempat tumbuh yang cocok untuk tanaman penghasil gaharu adalah dataran rendah, lereng-lereng bukit, sampai ketinggian 750 meter diatas permukaan laut. Jenis Aquilaria tumbuh sangat baik pada tanah-tanah liat (misalnya podsolik merah kuning), tanah lempung berpasir dengan drainase sedang sampai baik.  Tipe iklim A-B dengan kelembaban sekitar 80%.  Suhu berkisar antara 22-28 drajat celcius dengan curah hujan berkisar antara 2000 s/d 4000 mm/tahun.  Lahan tempat tumbuh yang perlu dihindari adalah (1) lahan tergenang secara permanen, (2) tanah rawa, (3) lahan dangkal (kedalaman kura dari 50 cm), (4) pasir kuarsa, dan (5) lahan yang ber-pH kurang dari 4,0. Pembibitan.

Bibit tanaman penghasil gaharu dapat dikembangkan melalui generatif dan vegetatif.  Melalui generatif dilakukan dengan cara memanfaatkan potensi benih yang sudah masak dengan mengunduh biji atau benih yang jatuh dari pohon induk atau anakan (cabutan).  Benih tanaman penghasil gaharu termasuk biji yang rekalsitran, yaitu biji yang cepat menurun kadar airnya sehingga mempengaruhi daya kecambahnya.  Oleh karena itu, apabila benih sudah didapat, disarankan agar segera dilakukan penyemaian tanpa harus ditunda-tunda. Persemaian bibit penghasil gaharu dapat juga dibuat skala massal melalui stek pucuk, stek batang, dan kultur jaringan.  Setiap teknik perbanyakan akan mempunyai konsekuensi biaya produksi bibit. Untuk perbanyakan stek pucuk, pengambilan bahan stek dapat berasal dari kebun pangkas atau bibit tanaman.  Bahan stek yang baik adalah tunas yang tegak (autotrof), yang secara fisiologis muda, batangnya berkayu dan mempunyai jumlah ruas (nodum) lebih dari dua.  Dengan penambahan hormon tertentu (yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan stek berakar dan mempercepat proses pertumbuhan akar) maka bahan stek telah siap ditanam pada bak pengakaran.  Agar stek dapat berkembang menjadi bibit, perlu pemeliharaan yang intensif melalui penyediaan media yang sesuai, kelembaban yang tinggi, suhu udara dan cahaya yang cukup.  Pemeliharaan dapat berlangsung sampai bibit siap tanam, yaitu 6 s/d 8 bulan. Pada tahap awal di persemaian, semua jenis bibit penghasil gaharu memerlukan naungan yang cukup (seperti halnya kelompok jenis meranti).  Untuk mempercepat pertumbuhannya, bibit penghasil gaharu dapat diinokulasi oleh Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) sejak dini di persemaian. Penanaman. Penanaman bibit penghasil gaharu dapat dilakukan secara tumpangsari (agroforestry) dengan tanaman jagung, singkong, pisang dan lainnya.  Cara lain adalah Bibit penghasil gaharu ditanam di sela-sela tanaman pokok (karet, akasia, sengon, kelapa sawit dan lainnya) yang telah tumbuh terlebih dahulu.  Pada tahap awal pertumbuhan di lapangan, bibit penghasil gaharu memerlukan naungan. Apabila tanaman penghasil gaharu akan ditanam pada hamparan yang luas dan masih kosong, maka jarak tanam dapat dibuat 3 m x 5 m, 4 m x 4 m, atau 5 m x 5 m.  Waktu penanaman diusahakan pada musim hujan agar bibit mendapatkan air yang cukup pada awal pertumbuhannya.  Media tanam dapat berupa tanah dan kompos.  Pada setiap lubang tanam dianjurkan untuk diberikan pupuk kompos minimum 1 kg setiap lubang.  Pada tahap ini perlu perhatian mengenai pencegahan gangguan hama dan penyakit terutama pada akar. Pemeliharaan. Tanaman penghasil gaharu pada umur 1-3 tahun perlu dipelihara secara intensif, terutama mengurangi ganguan gulma.  Karena tanaman penghasil gaharu telah ber-mikroriza, maka penggunaan pupuk kimia dapat diminimalisir.  Setelah tanaman berumur 4-5 tahun atau berdiameter 10-15 cm, barulah tanaman penghasil gaharu siap untuk diinduksi secara buatan dengan menggunakan jamur pembentuk gaharu, dan pada saat ini, tanaman penghasil gaharu tidak memerlukan pemupukan lagi. Jamur Pembentuk Gaharu. Sejumlah isolat jamur hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia telah diidentifikasi berdasarkan ciri morfologis untuk mengetahui keanekaragaman jenisnya.  Hasil identifikasi menunjukkan bahwa sebagian besar isolat yang diperoleh merupakan genus Fusarium dan isolat dari genus Cylindrocarpon. Saat ini terdapat sekitar 23 isolat jamur jenis Fusarium yang telah diisolasi dari 17 provinsi di Indonesia dan diujicobakan pada berbagai jenis tanaman penghasil gaharu di Pulau Bangka, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat dan Banten.  Dari 23 isolat tersebut, ada 4 isolat yang sudah teruji dapat membentuk infeksi gaharu dengan cepat.  Uji coba lebih lanjut keempat jamur tersebut telah dilakukan di beberapa tempat antara lain adalah Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat (Sukabumi dan Darmaga) dan Banten (Carita).  Dalam waktu 1 bulan saja, tanaman penghasil gaharu yang telah diinokulasi dengan jamur pembentuk  diatas, telah menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Rekayasa Produksi.

Tahapan rekayasa produksi gaharu secara buatan melalui beberapa proses sebagai berikut :

  • Isolasi jamur pembentuk.Isolat jamur pembentuk diambil dari jenis pohon penghasil gaharu sesuai jenis dan ekologi sebaran tumbuh jenis pohon yang dibudidayakan. 
  • Identifikasi dan skrining.Isolat jamur pembentuk diidentifikasi berdasarkan taksonomi dan morfologinya.  Proses skrining dilakukan dengan menggunakan postulat koch untuk memastikan jamur yang memberikan respons pembentukan gaharu, memang berasal dari jamur yang diinokulasi.
  • Teknis perbanyakan inokulum.Biakan murni jamur pembentuk gaharu dapat diperbanyak pada media cair dan media padat.  Diperlukan ketrampilan khusus dalam memperbanyak jamur agar proses kemurnian dan peluang masing-masing jenis jamur pembentuk gaharu akan memberikan respon yang berbeda apabila disuntik pada jenis pohon penghasil gaharu yang berbeda.
  • Teknik induksi.Teknik induksi jamur pembentuk gaharu dilakukan pada batang pohon penghasil gaharu.  Reaksi pembentukkan gaharu akan dipengaruhi oleh daya tahan inang terhadap induksi jamur dan kondisi lingkungan.  Respon inang ditandai oleh perubahan warna coklat setelah beberapa bulan disuntik.  Semakin banyak jumlah lubang dan inokulum dibuat, maka semakin cepat pembentukkan gaharu terjadi.  Proses pembusukan batang oleh jamur lain dapat terjadi apabila teknik penyuntikan tidak dilakukan sesuai prosedur.
  • Pemanenan.Pemanenan gaharu dapat dilakukan minimum 1 tahun setelah proses induksi jamur pembentuk gaharu.  Apabila ingin mendapatkan produksi gaharu yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, maka proses pemanenan dapat dilakukan 2-3 tahun setelah proses induksi jamur. 

Untuk sementara produk gaharu buatan yang dipanen setelah 1 tahun tersebut, berada pada kelas kemedangan dengan harga jual US $ 100 per kg. Kerjasama Kemitraan Kerjasama pengembangan gaharu skala bisnis terbuka untuk masyarakat umum, dimulai dari kegiatan budidaya tanaman penghasil gaharu, rekayasa produksi gaharu, pemanenan dan pemasarannya.  Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam memliki fasilitas laboratorium, persemaian dan lahan uji coba riset gaharu di beberapa lokasi di Indonesia.  Kegiatan riset didukung oleh peneliti-peneliti yang berpengalaman khusus menangani komoditi gaharu, yaitu (1) Dr. Erdy Santoso, MS, (2) Dr. Maman Turjaman, (3) Dr. Irnayul R. Sitepu, (4) Ir. Ragil SB Irianto, MSc, (5) Luciasih Agustini, Ssi, dan (6) Drs. Yana Sumarna, Msi. Informasi disadur dari Leaflet Balitbang Kehutanan Dephut. (Sumarto/Kababes KSDA Jatim)

0 komentar:

Posting Komentar

Posting yang berkaitan

TUKARAN LINK SILAHKAN COPY LINK DI BAWAH INI

Ą